Kecamatan Giriwoyo merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Wonogiri. Menjadi pusat pertemuan tiga jalur penghubung provinsi, sudah tentu kecamatan ini dipadati oleh hilir mudik kendaraan. Belum dikelola dengan baik, menjadi tirai penutup keindahan pariwisata Giriwoyo.
Kabupaten Wonogiri terletak di sebelah tenggara Provinsi Jawa Tengah. Letaknya berbatasan langsung dengan dua provinsi, yakni Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini terkenal dengan Waduk Gajahmungkur dan tentu makanan khas, bakso dan mie ayam Wonogiri yang terkenal citarasanya. Kabupaten Wonogiri menjadi pusat hilir mudik kendaraan, baik angkutan orang maupun barang. Salah satunya di Kecamatan Giriwoyo. Giriwoyo menjadi pusat pertemuan arus kendaraan baik yang datang atau menuju Yogyakarta, Pacitan, dan Solo. Giriwoyo dapat diakses baik melalui jalur darat atau udara. Bus merupakan sarana transportasi yang paling terjangkau. Banyaknya perusahaan angkutan bus menyebabkan banyak pemudik−terutama saat mudik lebaran−memilih moda transportasi ini. Pemudik yang menggunakan sarana transportasi kereta api dapat menuju Solo atau Yogyakarta untuk selanjutnya menggunakan angkutan darat lain. Sedangkan pengguna transportasi udara dapat menuju Bandar Udara Adisumarmo di Solo dan Bandar Udara Adisucipto di Yogyakarta. Suasana pedesaan sangat terasa di daerah ini. Masih banyak rumah penduduk yang menggunakan kayu jati dan beralaskan tanah. Walaupun dibeberapa titik sudah banyak perkembangan karena laju ekonomi yang baik. Penduduk Giriwoyo mayoritas bermatapencaharian petani. Komoditi yang dihasilkan yakni padi, ubi jalar, kedelai, jagung, kacang tanah, dan tanaman lainnya. Selain itu ada yang bekerja sebagai pengrajin mebel, pengrajin wayang kulit, pembuatan gerabah, genting, batu bata, dan pengrajin batu mulia. Giriwoyo memiliki beberapa tempat wisata, baik wisata spiritual, wisata alam, petualangan, dan lain sebagainya. Selain Waduk Gajahmungkur, di Dusun Nawangan, Desa Platarejo, Giriwoyo juga terdapat Waduk Nawangan. Walau tak sebesar Waduk Gajahmungkur, waduk ini menawarkan pengalaman yang menarik. Waduk Nawangan terletak di atas pegunungan yang dikelilingi hutan pinus. Untuk menuju Waduk Nawangan diperlukan perjalanan sejauh 2 kilometer dari Jalan Raya Batu−Giribelah. Akses jalan sudah beraspal sehingga mudah dijangkau. Masih di desa yang sama, tepatnya di Dusun Platar, Desa Platarejo, Giriwoyo terdapat Goa Lawa Platar yang letaknya tidak jauh dari Waduk Nawangan. Dinamakan Goa Lawa karena di dalamnya terdapat banyak lawa (kelelawar) yang bergelantungan di dinding gua. Gua alami ini dihiasi oleh stalagtit dan stalagnit, serta mata air yang mengalir dari dalam. Selain wisata alam waduk dan gua, Kecamatan Giriwoyo juga terdapat wisata spiritual dan kerohanian, khususnya bagi umat kristiani. Masih di Desa Platarejo terdapat Goa Maria Sendang Ratu Kenya. Pada bulan-bulan tertentu, tempat ini selalu ramai dikunjungi umat kristiani untuk melakukan peribadatan. Letaknya yang di atas perbukitan, tempat ini menawarkan pemandangan yang indah. Tidak lengkap rasanya apabila berwisata tanpa mencicipi kuliner daerah setempat. Jika bakso dan mie ayam sudah biasa, wisatawan dapat mengunjungi Warung Mbah Sembleng. Warung ini letaknya tidak jauh dari Goa Maria Sendang Ratu Kenya. Di sana menyajikan makanan dengan citarasa pedesaan. Tidak ada meja dan kursi, pengunjung menikmati makanannya di pawon−berarti dapur dalam bahasa Jawa. Masakan yang disediakan adalah masakan rumahan, misal nasi tiwul khas Wonogiri, nasi putih, jangan lombok, ikan asin goreng, lalapan, trancam, dan gorengan. Selain masakan rumah khas Warung Mbah Sembleng, wisatawan juga dapat mencoba nasi kuning Warung Mbah Rumi. Letaknya dekat dengan pasar dan terminal Giriwoyo. Aroma khas daun jati yang dijadikan pembungkus nasi kuning menambah citarasa saat menyantapnya. Dengan lauk telur, ayam atau tahu tempe, nasi kuning Mbah Rumi cocok dijadikan sarapan setibanya di Giriwoyo. Giriwoyo menyimpan banyak keindahan, walau tampilan luarnya saat ini masih biasa, tandus dan kering. Potensi wisata Giriwoyo tidak kalah dengan daerah lain di Jawa Tengah. Suasana pedesaan menjadi salah satu keunggulan. Tinggal seberapa besar kemauan untuk membuka tirai penutup, agar keindahan yang tersembunyi itu dapat dilihat oleh banyak orang. ■
2 Comments
Kulit hitam bagaikan secangkir kopi yang diteguknya. Deru asap knalpot mobil seraya hembusan asap dalam tiap hisapan. Perjuangan di balik kemudi mobil mengawali kasih sayangnya kepada keluargaku, Ayah.
Itulah gambaran seseorang yang kupanggil Ayah, dahulu ketika masih bekerja sebagai sopir. Ya, seorang sopir di salah satu panti asuhan di Jakarta. Ayah, panggilan yang lebih pantas dibanding ayah yang terkesan manja, mungkin menurutku saja. Pria asli Purwokerto ini sudah hafal jalanan Ibu Kota, bahkan Pulau Jawa sekalipun. Pernah suatu waktu melihat foto perjalanan Ayah ke Bali dengan Elf tua bersama teman-teman kerjanya saat masih muda. Kalau mau tahu jalanan Jakarta, coba tanyakan saja padanya. Beliau pasti menjawab layaknya aplikasi penunjuk arah. Masih ingat dalam pikiran saat kuberada di belakang kemudi mobil pinjaman kantor Ayah. Tubuh kecilku dinaikkan ke atas pangkuannya mengarungi jalanan Pantura menuju kampung halaman. Terbayang sesaat jadi pembalap layaknya Michael Schumacer yang sedang melibas lintasan balap. Bahagia sekali rasanya. Karir balap Ayah kini berakhir sudah. Serangan di jantung Ayah akibat pengaruh jahat teman-temannya itu menghentikan langkahnya. Terbaring koma di rumah sakit mungkin merupakan jalan Allah SWT untuk menyadarkannya bahwa kebersamaan dalam keluarga adalah harta yang tak tergantikan. Alhamdulillah, pengaruh jahat Ayah dari teman-temannya akhirnya bisa disingkirkan dan beliau pulih kembali. Walau kutahu Ayah menyayangi keluarganya, tapi kebersamaan keluarga terasa masih kurang dulu. Tiga bahkan empat kali Ayah berpergian ke luar kota dalam sebulan. Hanya sedikit waktu kurasakan untuk berkumpul bersama. Namun sekarang Ayah sudah meninggalkan karir balapnya. Beliau masih bekerja di tempat yang sama, namun dengan beban yang lebih ringan. Jarang berpergian membuat kebersamaan keluarga semakin baik. Makan malam bersama mungkin hal yang paling kuidamkan dari dulu. Terima kasih pada-Mu atas yang Kau berikan pada Ayah. Mungkin sakitnya bisa jadi pelebur dosa dan tentu ada hikmah dibaliknya. Teruslah membalap walau bukan lagi dibalik kemudi mobil. Tapi teruslah membalap demi memimpin keluargamu, Ayah. Becek, bau, sesak, kotor, dan menjijikan? Yakin mau belanja ke pasar tradisional? Eiittss, tunggu. Mungkin itu dulu, namun yang pasti sekarang imej itu sudah berubah. Yuk lihat sejenak Pasar Lenteng Agung. Pasar Lenteng Agung terletak di depan Jalan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Lokasinya strategis karena berada dekat stasiun, yakni Stasiun Lenteng Agung dan jalan penghubung Depok-Jakarta. Pasar tradisional yang dulu masih beralaskan tanah, kini beralaskan keramik. Kesan modern dan minimalis terasa saat Anda masuk ke dalam gedung abu-abu dengan garis jingga dan hijau. Pasar ini dikelola oleh PD Pasar Jaya bekerja sama dengan Pasar Sehat, BMP, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Unilever. Slogan “Pasar Bersih, Pasar Sehat” memang sangat terasa. Tidak banyak lalat berkeliaran, dan bau dari pembuangan sampah pun tidak ada. Penataan kios pedagang pun diperhatikan demi kenyamanan pengunjung. Pasar ini terbagi atas dua lantai, yakni lantai dasar dan bawah tanah. Pada lantai dasar terdapat kios-kios yang menjual pakaian, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Selain itu terdapat juga kios perhiasan, alat tulis, dan peralatan rumah tangga. Menuju ke lantai bawah, terdapat kios-kios yang menjual keperluan dapur, seperti bumbu, beras, telur, dan sayur-sayuran. Sementara untuk kios ayam, daging, dan ikan letaknya berada di bagian belakang pasar. ***** Tak lengkap rasanya bila ke pasar tradisional tanpa membawa pulang jajanan khas pasar. Di salah satu sudut Pasar Lenteng Agung terdapat kios Sumber Makmur milik Kang Asep (29). Di kiosnya dijual jajanan pasar seperti kue cucur, combro, gorengan, wajik, timus, dan sebagainya. Pria asli Cianjur ini baru beberapa bulan berjualan di Pasar Lenteng Agung.
“Jualan dari jam enam pagi sampai dua belas siang. Terus pulang ke rumah buat persiapan dagang besoknya,” katanya. Penghasilan dari berdagang cukup bagi Kang Asep untuk makan keluarganya. “Kalo jualan tiap hari gantian sama istri, kalo saya jualan istri di rumah, kalo saya di rumah gantian istri yang jualan,” tambah pria dengan satu orang anak yang masih sekolah kelas 1 SD. Pasar Lenteng Agung menjadi roda perekonomian masyarakat. Meski sudah tampak modern, suasana ketradisionalannya akan terus melekat. Interaksi penjual dan pembeli di dalamnya memberikan suatu kekhasan tersendiri. Walau beda rupa, namun rasa dan nuansa tradisional akan tetap sama. Media diartikan sebagai media perantara atau pembawa. Lain lagi bila konteksnya diubah menjadi media massa, dapat diartikan sebagai alat atau sarana komunikasi untuk khalayak, misal koran, majalah, televisi, radio, dan film. Masih ingat dalam benak pertarungan antarmedia massa saat Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden dua tahun lalu. Masyarakat dibuat bingung. Mana media yang menyebarkan kebenaran? Semuanya tidak dapat dipercaya kala itu. Media massa saat ini telah dijamin kebebasan persnya. Tidak seperti pada rezim Orde Baru, banyak media yang dibredel karena bertentangan dengan pemerintah kala itu. Kebebasan pers pun punya batasan, yakni kode etik dan norma masyarakat. Media massa sebagai pilar keempat dalam demokrasi−Trias Politika−setelah eksekutif, legislatif,dam yudikatif, sudah seharusnya memberikan informasi massa, pendidikan kepada publik, dan menjadi alat kontrol sosial. Bukan mengadu domba publik seperti media massa saat ini. Kemudian bagaimana dengan para pemilik media? Sudah jadi rahasia umum apabila pemilik media massa banyak yang bukan berasal dari praktisi pers. Banyak diantaranya yang merupakan pengusaha, bahkan elit partai politik. Bagaimana dan apa yang terjadi? Jelas banyak media massa yang memiliki kepentingan lain diluar fungsi pers. Independensi yang digadang-gadang jadi harga mati, sekarang dianggap sepele dan disingkirkan begitu saja. Apa yang perlu dilakukan? Sebuah revolusi media? Revolusi media massa sangat dibutuhkan. Bagaimana revolusi media dapat dijalankan? Harus dimulai dari pemiliknya sendiri. Andai saja pemilik media massa merupakan seorang praktisi pers dan paham betul mengenai kode etik jurnalistik. Apalagi didukung modal besar untuk membangun sebuah media. Pastinya akan terbentuk sebuah media massa yang ideal. Sebagai pemilik tentunya menginginkan media massa yang tidak hanya menyebarkan informasi kepada publik, selain itu juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan hiburan, pendidikan, dan menjalankan kontrol sosial. Jadi siapakah yang pantas menjadi pemilik media massa? Siapkah Anda? |
Archives
October 2017
Categories
All
|